Selasa, 22 Maret 2011

WATER BORNE DISEASES

SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)

DEFINISI
SARS adalah Severe Acute Respiratory Syndrome atau tanda-tanda gangguan pernapasan berat yang terjadi secara akut.

EPIDEMIOLOGI
Penyebaran SARS diketahui melalui kontak langsung dengan penderita. Ludah , dahak , dan cairan yang dikeluarkan penderita sewaktu bersin dan batuk , serta aliran udara pernapasan penderita merupakan media penularan.Penyebaran SARS adalah virus kelompok Corona ,sekelompok dengan virus penyebab influenza biasa. Kelihatannya virus influenza biasa berubah menjadi ganas dan sulit dikendalikan.

TANDA DAN GEJALA
Menurut WHO, kriteria penderita SARS sebagai berikut
1. Demam tinggi lebih dari 38 derajat Celsius.
2. Mengidap satu atau lebih gejala pernapasan, seperti batuk, sesak napas, napas pendek, dan kesulitan bernapas.
3. Mengalami satu atau lebih keadaan berikut
a. Dalam sepuluh hari terakhir sebelum sakit telah melakukan kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosis SARS.
b. Dalam sepuluh hari terakhir melakukan perjalanan ke tempat yang dilaporkan sebagai fokus penularan SARS (Cina, Hongkong, Vietnam, dan Kanada)
4. Menderita gejala-gejala fisik
a. Sakit kepala
b. Nyeri otot
c. Nafsu makan hilang
d. Lemah
e. Timbul kemerahan di kulit
f. Timbul sariawan atau luka di mulut
g. Diare
Pada pemeriksaaan laboratorium darah ditemukan trombositopeni dan leukopeni. Rontgen photo thorax tampak tanda-tanda radang paru (pneumoni). Masa inkubasi 2-7 hari.

DAMPAK
SARS berdampak pada dunia pariwisata, transportasi, pendidikan, pengiriman tenaga kerja, pertandingan sepakbola dan perdagangan antar negara. Belum ada sebelumnya suatu penyakit yang berimbas begitu besar pada sektor ekonomi, kecuali epidemi pes yang berkecamuk lebih dari 50 tahun di Asia dan Eropa pada awal abad 18 yang diperkirakan membunuh lebih dari 100 juta orang.

PENCEGAHAN
Para peneliti sedang bekerja pada beberapa jenis vaksin untuk SARS, tetapi tidak ada telah diuji pada manusia. Jika infeksi SARS melanjutkan, ikuti petunjuk keselamatan jika Anda merawat orang yang terinfeksi:
a. Cuci tangan Anda. Bersihkan tangan Anda sering dengan sabun dan air panas atau menggunakan tangan berbasis alkohol gosok yang mengandung paling sedikit 60 persen alkohol.
b. Pakailah sarung tangan sekali pakai,. Jika Anda telah menghubungi seseorang tubuh dengan cairan atau kotoran memakai sarung tangan sekali pakai. Throw the gloves away immediately after use and wash your hands thoroughly. Melemparkan sarung tangan segera setelah digunakan dan cuci tangan Anda secara menyeluruh.
c. Memakai masker bedah. Ketika Anda di ruang yang sama sebagai orang dengan SARS, menutup mulut dan hidung dengan masker bedah. Mengenakan kacamata mungkin juga menawarkan perlindungan.
d. Cuci barang pribadi. Gunakan sabun dan air panas untuk mencuci peralatan, handuk, selimut dan pakaian dari seseorang dengan SARS.
e. Hama permukaan. Gunakan rumah tangga disinfektan untuk membersihkan permukaan yang mungkin telah terkontaminasi dengan keringat, air liur, lendir, muntah, tinja atau urin. Pakailah sarung tangan sekali pakai saat Anda membersihkan dan membuang sarung tangan setelah Anda selesai.
Ikuti semua tindakan pencegahan untuk setidaknya 10 hari setelah tanda-tanda orang itu dan gejala hilang. Jauhkan anak-anak pulang dari sekolah jika mereka mengembangkan demam atau gejala pernafasan dalam waktu 10 hari setelah terpapar seseorang dengan SARS. Anak-anak dapat kembali ke sekolah jika tanda-tanda dan gejala hilang setelah tiga hari.

PENGOBATAN
Penderita SARS perlu segera ditolong untuk mendapat perawatan dengan isolasi.
1. Antibiotik, kadang diperlukan bila ada radang paru yang atipik
2. Obat antivirus, juga digunakan
3. Kortikosteroid dosis tinggi untuk mengurangi reaksi radang paru
4. Pada penderita serius dan berat bisa dipakai serum dari penderita SARS yang sudah sembuh
5. Obat lain, oksigen, pisioterapi rongga dada, dan alat bantu pernapasan digunakan pada penderita yang dirawat.

REFERENSI
WHO. 2004 Communicable Disease Surveilance and Response (CSR),New Case of Laboratory-Confirmed SARS in Guangdong,China Update, January 31, 2004.
Yatim, Faisal. 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2. Jakarta: Obor Populer.


MEI DHIAN CHRISTANTI
E2A009001
FKM UNDIP 2009

FOOD BORNE DISEASES


FOOD AND WATER BORNE DISEASES
Food and water borne disease adalah suatu penyakit yang dapat menular dari satu orang ke orang lain karena makan dan minuman yang telah terkontaminasi melalui fecal dan oral atau tangan yang tidak bersih. Food and water borne disease dianggap penting dan patut untuk diwaspadai karena pada jaman sekarang ini dimana jumlah penduduk semakin padat, semakin tinggi pula kadar kontaminasi karena supplai air yang semakin tercemar, semakin meningkatkan bahaya makanan yang terkontaminasi.
Berikut ini salah satu contoh Food and water borne disease :
DEMAM TIFOID
Demam Tifoid adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di beberapa Negara berkembang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.Angka kesakitan demam tifoid menurut hasil survei di rumah sakit meningkat dari tahun ke tahun dan menduduki tempat nomor 2 diantara 10 penyakit menular yaitu sebesar 34 % pada tahun 1981 sampai dengan 1986. Angka kematian akibat penyakit ini mengalami penurunan sebesar 3,3 % pada tahun 1978. Selain itu beberapa peneliti juga melaporkan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan kekebalan terhadap obat pilihan untuk terapi demam tifoid. Insidens tertinggi demam tifoid terdapat pada anak-anak. Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai manifestasi klinis yang ringan.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun.
Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Angka kematian penyakit demam tifoid di negara sedang berkembang berkisar antara 2,3 – 16,8 %,sedang hasil survai rumah sakit di indonesia sebesar 3,4%.Penyebab utama kematian penderita adalah perdarahan dan perforasi intestinal. Angka kejadian komplikasi ini berfariasi, masing – masing 1-8% untuk perdarahan intestinal dan 1-5% untuk perforasi intestinal,sedangkan angka kematiannya juga bervariasi yaitu 0,5 – 2,5 % ( perdarahan intestinal ) dan 0,8-2,7% (perforasi intestinal). Tingginya angka kematian sangat tergantung dari beberapa faktor,diantaranya adalah:




  1.  Kelambatan pada tindakan penanganan
  2. Dosis obat kurang adekuat 
  3. Status gizi kurang
  4. Keadan umumpenderita waktu datang
  5. Adanya penyakit penyerta
  6. Adanya komplikasi

PENYEBAB DEMAM TIFOID
Habitat Inang bagi Salmonella adalah usus halus manusia dan hewan. Makanan dan minuman terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi kuman Salmonella dan carrier adalah sumber infeksi. Salmonella typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infekti.
Dimensi Bakteri berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak. Salmonella typhi merupakan bakteri fakultatif intraseluler. Salmonella juga memiliki dua pathogenicity island yaitu SPI-1 dan SPI-2. SP-2 mengandung gen esensial untuk infeksi sistemik, replikasi intraseluler dan TTSS (type III secretion system) yang melindungi bakteri untuk tetap hidup dari proses degradasi.
Potensi Demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit sistemik, bersifat endemik, dan masih merupakan problema kesehatan diberbagai Negara berkembang di dunia.
Salmonella typhi memiliki protein adhesin type-] fimbriae sebagai faktor virulensi yang berpotensi imunogenik untuk membentuk SigA protektif guna menghambat proses adhesi dan kolonisasi sehingga tahap awal infeksinya dapat dicegah. Fisiologis Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat sifat, gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S.
Samonella thypi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentase glukosa. Pada agar SS,Endo, EMB dan MacConkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwana, pada agar Wilson Blair koloni kuman berwarna hitam berkilat logam akibat pembentukan H2S.

DISTRIBUSI DEMAM TIFOID
Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia. Insidensi penyakit demam tifoid diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang. Di Amerika Serikat demam tifoid muncul sporadis dan relatif konstan berkisar antara 500 kasus setahun selama bertahun-tahun (bandingkan dengan demam tifoid yang dilaporkan sebanyak 2484 pada tahun 1950). Dengan memasyarakatnya perilaku hidup bersih dan sehat, memasyarakatnya pemakaian jamban yang saniter maka telah terjadi penurunan kasus demam Tifoid, dan yang terjadi di Amerika Serikat adalah kasus import dari daerah endemis. Sekarang sering ditemukan strain yang resisten terhadap kloramfenikol dan terhadap antibiotika lain yang umum digunakan untuk demam tifoid. Kebanyakan isolat yang dikumpulkan pada tahun 90an dari Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Timur Laut adalah strain yang membawa plasmid dengan faktor R yang membawa kode resistens terhadap berbagai jenis antibiotika yang dulu umum dipakai untuk mengobati demam tifoid seperti kloramfenikol, amoksisilin, trimetroprim/sulfametoksasol. Demam paratifoid muncul secara sporadis atau muncul sebagai KLB terbatas, mungkin juga kejadiannya lebih banyak daripada yang dilaporkan. DI AS dan Kanada demam paratifoid jarang teridentifikasi. Dari ketiga jenis demam paratifoid, paratifoid B adalah yang paling sering ditemukan, paratifoid A lebih jarang dan yang paling jarang adalah paratifoid C.

RESERVOIR DEMAM TIFOID
Manusia merupakan reservoir bagi tifoid maupun paratifoid; walapun jarang binatang peliharaan dapat berperan sebagai reservoir bagi paratifoid. Kontak dalam lingkungan keluarga dapat berupa carrier yang permanen atau carrier sementara. Status carrier dapat terjadi setelah serangan akut atau pada penderita subklinis.
Sedangkan carrier kronis sering terjadi pada mereka yang kena infeksi pada usia pertengahan terutama pada wanita; carrier biasanya mempunyai kelainan pada saluran empedu termasuk adanya batu empedu. Status carrier kronis pada saluran kemih terjadi pada penderita schitosomiasis. Pernah terjadi KLB demam paratifoid di Inggris, sapi perah yang mengeluarkan mikroorganisme Paratyphi B didalam susu dan kotoran mereka diketahui sebagai penyebab terjadinya KLB.
Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit
demam lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.


GEJALA DAN TANDA DEMAM TIFOID
Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam waktu 8-14 hari setelah terinfeksi. Gejalanya bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit tenggorokan, sembelit, penurunan nafsu makan dan nyeri perut. Kadang penderita merasakan nyeri ketika berkemih dan terjadi batuk serta perdarahan dari hidung. Jika pengobatan tidak dimulai, maka suhu tubuh secara perlahan akan meningkat dalam waktu 2-3 hari, yaitu mencapai 39,4-40°C selama 10-14 hari. Panas mulai turun secara bertahap pada akhir minggu ketiga dan kembali normal pada minggu keempat. Demam seringkali disertai oleh denyut jantung yang lambat dan kelelahan yang luar biasa. Pada kasus yang berat bisa terjadi delirium, stupor atau koma. Pada sekitar 10% penderita timbul sekelompok bintik-bintik kecil berwarna merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung selama 2-5 hari.

DIAGNOSIS DEMAM TIFOID
Untuk keakuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan empedu.
a.       Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
b.         Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan progresif.
c.       Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya kuman Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian sering ditemukan dalam urine dan faeces.
Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan pembawa kuman (carrier).
Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia).
KERENTANAN DAN KEKEBALAN
Setiap orang rentan terhadap infeksi, kerentanan ini meningkat pada orang yang menderita akhlorhidria atau pada orang yang menderita infeksi HIV. Imunitas spesifik relatif dapat timbul setelah seseorang mengalami infeksi baik yang menunjukkan gejala klinis maupun pada mereka yang tapa gejala. Imunitas dapat juga muncul setelah pemberian imunisasi. Didaerah endemis demam tifoid sering ditemukan pada anak prasekolah dan anak-anak berusia 5 – 19 tahun.
PENANGGULANGAN DEMAM TIFOID
a. cara-cara pencegahan

1. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, sediakan fasilitas untuk mencuci tangan secukupnya. Hal ini terutama penting bagi mereka yang pekerjaannya sebagai penjamah makanan dan bagi mereka yang pekerjaannya merawat penderita dan mengasuh anak-anak.
2. Buanglah kotoran pada jamban yang saniter dan yang tidak terjangkau oleh lalat. Pemakaian kertas toilet yang cukup untuk mencegah kontaminasi jari. Ditempat yang tidak ada jamban, tinja ditanam jauh dari sumber air dihilir.
3. Lindungi sumber air masyarakat dari kemungkinan terkontaminasi. Lakukan pemurnian dan pemberian klorin terhadap air yang akan didistribusikan kepada masyarakat. Sediakan air yang aman bagi perorangan dan rumah tangga. Hindari kemungkinan terjadinya pencemaran (backflow) antara sistem pembuangan kotoran (sewer system) dengan sistem distribusi air. Jika bepergian untuk tujuan pikinik atau berkemah air yang akan diminum sebaiknya direbus atau diberi bahan kimia.
4. Berantas lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biak mereka dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. Lalat dapat juga diberantas dengan menggunakn insektisida, perangkap lalat dengan menggunakan umpan, pemasangan kasa. Jamban konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tidak dapat dimasuki lalat.
5. Terapkan standar kebersihan pada waktu menyiapkan dan menangani makanan; simpan makanan dalam lemari es pada suhu yang tepat. Perhatian khusus harus diberikan pada salad dan makanan lain yang dihidangkan dalam keadaan dingin. Standar kebersihan ini berlaku untuk makanan yang disiapkan dirumah tangga maupun yang akan disajikan untuk umum. Jika kita kurang yakin akan standar kebersihan ditempat kita makan, pilihlah makanan yang panas dan buah-buahan sebaiknya dikupas sendiri.
6. Lakukan pasteurisasi terhadap susu dan produk susu. Lakukan pengawasan yang ketat terhadap sanitasi dan aspek kesehatan lainnya terhadap produksi, penyimpanan dan distribusi produk susu.
7. Terapkan peraturan yang ketat tentang prosedur jaga mutu terhadap industri yang memproduksi makanan dan minuman. Gunakan air yang sudah diklorinasi untuk proses pendinginan pada waktu dilakukan pengalengan makanan.
8. Batasi pengumpulan dan penjualan kerang-kerangan dari sumber yang jelas yang tidak tercemar. Rebuslah kerang sebelum dihidangkan.
9. Beri penjelasan yang cukup kepada penderita, penderita yang sudah sembuh dan kepada carrier tentang cara-cara menjaga kebersihan perorangan. Budayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.
10. Promosikan pemberian air susu ibu kepada bayi yang sedang menyusui. Rebuslah susu dan air yang akan dipakai untuk makanan bayi.
11. Carrier dilarang untuk menangani/menjamah makanan dan dilarang merawat penderita. Lakukan identifikasi terhadap carrier dan lakukan pengawasan terhadap mereka. Pembuatan kultur dari sampel limbah dapat membantu untuk menentukan lokasi carrier. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Yang bersangkutan dapat dibebaskan dari larangan ini apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu tiga kali berturut-turut sampel tinja yang diperiksa menunjukkan hasil negatif, khusus untuk daerah endemis schistosomiasis sampel yang diambil adalah sampel urin. Sampel diambil dengan interval satu bulan dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir. Sampel yang baik adalah tinja segar. Dan dari tiga sampel yang berturut-turut diambil dengan hasil negatif minimal satu sampel harus diambil dengan cara melakukan lavemen/klisma. Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menemukan bahwa penggunaan derivat quinolone yang baru yang diberikan secara oral memberikan hasil yang baik untuk mengobati carrier walaupun ada kelainan empedu; untuk mengetahui apakah telah terjadi penyembuhan perlu dilakukan pemeriksaan kultur.
12. Untuk demam tifoid pemberian imunisasi tidak dianjurkan di AS. Saat ini imunisasi hanya diberikan kepada mereka dengan risiko tinggi seperti petugas laboratorium mikrobiologis, mereka yang bepergian kedaerah endemis, mereka yang tinggal didaerah endemis, anggota keluarga dengan carrier. Vaksin yang tersedia adalah vaksin oral hidup yang mengandung S. Typhi strain Ty21a (diperlukan 3 – 4 dosis dengan interval 2 hari), dan vaksin parenteral yang beredar adalah vaksin dosis tunggal yang berisi Vi antigen polisakarida. Vaksin oral yang berisi Ty21a jangan diberikan kepada penderita yang sedang mendapatkan pengobatan antibiotika atau pengobatan anti malaria, mefloquine. Oleh karena sering menimbulkan efek samping yang berat maka vaksin “whole cell” yang diinaktivasi dianjurkan untuk tidak digunakan. Vaksin dosis tunggal yang mengandung Vi antigen polisakarida adalah vaksin pilihan, karena kurang reaktogenik. Dosis booster perlu diberikan kepada mereka yang secara terus menerus mempunyai risiko tertular. Booster diberikan dengan interval antara 2 – 5 thun tergantung jenis vaksinnya. Demam paratifoid: ujicoba dilapangan dengan menggunakan vaksin oral tifoid (Ty21a) memberikan perlindungan parsial terhadap paratifoid, namun perlindungan yang diberikan tidak sebaik terhadap tifoid.

b. pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat; Tifoid wajib dilaporkan disebagian besar negara bagian dan negara didunia, kelas 2A (Lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2) Isolasi: Pada waktu sakit, lakukan kewaspadaan enterik; sebaiknya perawatan dilakukan dirumah sakit pada fase akut. Supervisi terhadap penderita dihentikan apabila sampel yang diambil 3 kali berturut-turut dengan interval 24 jam dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir memberikan hasil negatif. Pengambilan sampel tidak boleh kurang dari satu bulan setelah onset. Sampel yang diambil adalah tinja dan urin untuk penderita di daerah endemis schistosomiasis. Jika salah satu sampel memberi hasil positif maka ulangi pembuatan kultur dengan interval satu bulan selama 12 bulan setelah onset, sampai 3 kali beturu-turut sampel yang diambil hasilnya negatif.
3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap tinja, urin dan alat-alat yang tercemar. Di negara maju dengan fasilitas sistem pembuangan kotoran yang baik, tinja dapat dibuang langsung kedalam sistem tanpa perlu dilakukan disinfeksi terebih dulu. Dilakukan pembersihan menyeluruh.
4) Karantina: Tidak dilakukan
5) Imunisasi terhadap kontak: Pemberian imunisasi rutin terhadap anggota keluarga, petugas kesehatan dengan vaksin tifoid kurang begitu bermanfaat walaupun mereka terpajan dengan penderita tifoid. Namun vaksinasi masih bermanfaat diberikan kepada mereka yang terpajan dengan carrier. Tidak ada vaksin yang efektif untuk demam paratifoid A.
6) Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Sumber infeksi yang sebenarnya dan sumber infeksi yang potensial harus diidentifikasi dengan cara melakukan pelacakan penderita yang tidak dilaporkan, carrier dan melacak makanan, susu, air, kerang-kerangan yang terkontaminsai. Seluruh anggota grup pelancong yang salah satu anggotanya adalah penderita tifoid harus diamati. Titer antibodi terhadap purified Vi polysaccharide mengidentifikasikan yang bersangkutan adalah carrier. Jika ditemukan tipe phage yang sama pada organisme yang diisolasi dari penderita dan carrier menunjukan telah terjadi penularan.
7) Pengobatan spesifik: Meningkatnya resistensi terhadap berbagai macam strain menentukan jenis obat yang dipakai untuk terapi secara umum, untuk orang dewasa ciprofloxacin oral dianggap sebagai obat pilihan terutama untuk penderita tifoid di Asia. Belakangan ini dilaporkan bahwa telah terjadi penurunan sensitivitas pada penelitian in vivo terhadap berbagai strain Asia. Untuk strain lokal yang masih sensitf terhadap pengobatan maka obat-obatan oral seperti kloramfenikol, amoksisilin atau TMP-SMX (untuk anak-anak) masih cukup efektif untuk mengobati penderita akut. Sedangkan ceftriaxone obat parenteral yang diberikan sekali sehari sangat bermanfaat diberikan kepada penderita obtunded atau kepada penderita dengan komplikasi dimana tidak bisa diberikan pengobatan antibiotika oral. Pemberian kartikosteroid dosis tinggi dalam jagka pendek dikombinasikan dengan pemberian antibiotika serta terapi suportif membantu menurunkan angka kematian pada penderita berat. Untuk pengobatan kepada carrier lihat uraian pada bagian 9A11 diatas. Penderita schistosomiasis yang menderita tifoid selain 562 pemberian terapi untuk tifoidnya maka diberikan juga praziquantel untuk menghilangkan kemungkinan cacing schistosoma membawa basil S. Typhi.

c. cara penanggulangan wabah

1.  Lakukan pelacakan secara intensif terhadap penderita dan carrier yang berperan sebagai smber peularan. Cari dan temukan media (air, makanan) yang tercemar yang menjadi sumber penularan.
2. Lakukan pemusnahan terhadap makanan yang diduga sebagai sumber penularan.  Lakukan pasteurisasi atau rebuslah susu yang akan dikonsumsi. Singkirkan seluruh suplai susu dan makanan yang diduga tercemar untuk tidak dikonsumsi pada saat sampai diketahui bahwa susu dan makanan tersebut aman untuk dikonsumsi.
3. Terhadap sumber air yang diduga tercemar dilakukan klorinasi sebelum digunakan dengan supervisi yang ketat. Apabila tindakan klorinasi tidak dapat dilakukan, air dari sumber yang diduga tercemar tersebut jangan digunakan, semua air minum harus diklorinasi, diberi iodine atau direbus sebelum diminum.
4. Pemberian imunisasi secara rutin tidak dianjurkan.


REFERENSI

Anonim. 2008. Salmonella typhi.http://en.wikipedia.org/wiki/Salmonella_typhi.

Chin,James MD, MPH. Kandun, I Nyoman.2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17. 

Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics, edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-8.

Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.

Gerald L. Mandell, John E. Bennett, and Raphael Dolin Eds; 2005.Prinsip dan Praktek Penyakit Menular (6 th Edition), Gerald L. Mandell, John E. Edition), Bennett, dan Eds Dolin Raphael; 2005.


MEI DHIAN CHRISTANTI
E2A009001
FKM UNDIP 2009


Senin, 13 Desember 2010

KEJADIAN LUAR BIASA ( KLB ) ATAU WABAH

1.  Apa saja kriteria suatu kejadian penyakit dikatakan wabah atau KLB ?
·         Suatu kejadian dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
·         Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
·         Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
·         Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
·         Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
·         Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
·         Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
·         Rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.


2. Apakah yang kamu ketahui tentang Herd Immunity ?
Herd immunity adalah pertahanan kelompok / pertahanan sekelompok masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi, karena sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi yang berbeda –beda. Kekebalan kelompok diakibatkan oleh menurunnya peluang penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki ketahanan yang tunggi terhadap penyakit itu. Herd Immunity bias dikatakan jika bahwa antara masyarkat yang kebal dan tidak kebal terhadap suatu penyakit tidak mengelompok sendiri-sendiri sehingga penyebaran penyakit bias menurun dalam suatu kelompok tertentu.
Teori Herd immunity menyatakan bahwa, dalam penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.


3. Apakah yang seharusnya dapat kita lakukan agar fenomena efek KLB dapat di cegah?
Fenomena efek KLB dapat dicegah dengan :
a)       Penanggulangan sumber patogen melalui menyingkirkan sumber kontaminasi, menghindarkan orang dari paparan, in activasi/ netralisasi pathogen, dan isolasi atau mengobati orang yang terkena infeksi.
b)      Memutus rantai penularan meliputi memutus sumber lingkungan, penanggulangan transmisi vektor, dan meningkatkan sanitasi perorangan.
c)      Memodifikasi respon pejamu meliputi immunisasi kelompok yang rentan, dan pemakaian kemoterapi pencegahan.

MEI DHIAN CHRISTANTI
E2A009001
FKM UNDIP 2009 REG 1


Jumat, 12 November 2010

fotoo-fotoo kuu dengann merekaa yg akuu sayangg :)

dii kampuss tetepp narsiss :)


dii selaa* penugasann LKMMPD2010 :)

 kakk kocii, yg slaluu ngasihh akuu sarann kaloo lagii marahann samaa onoo :p maacii kakakk sayangg :* inii padahall mauu candidd ngambill naa.. eeee, dasarr naa anakk* FKM padaa sadarr kameraa ajaa :p


 inii unyuuu marinaa :) sukaa bikinn ketawaa, jaill, samaa* gendutt, doyann makann :p maacii yaa syg udaa mauu bantuu akuu kaloo adaa tugass.. slaluu support akuu :) ingett planning kitaa yaa :) mwahh :*


 inii mutiaa, darii batamm.. kaloo ngomongg adaa logatt melayuu naa *gagg capekk mutii :D awall ngeliatt anakk naa jutekk, aslii naa enggaa :) asikk dehh pokokk naa.. i think, diaa gg bisaa lepass darii BB naa.. hihihihih.. nohh buktii naa masihh ngotakk-ngatikk BB naa :D *piss :)



unyuuu, bagiii lesungg pipii naa kekk :D ahahahaha :)


 inii dzull, darii bimaa :) kaloo dengerr diaa ngomongg rasaa naa pengenn ngakakk.. ahahahah *piss :) hemmm, tiapp pagii slaluu adaa ajaa yg mauu dii curhatinn.. semangatt dzull buatt ndapetinn cintaa kamuu :)













 

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI


Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Gejala Penyakit Malaria
Masa tunas / inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat / anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh / pekat karena mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan.Namun demikian gejala umum yang tampak adalah adanya perasaan tiba-tiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti sediakala. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala aneh, misalnya menunjukkan gerakan / postur tubuh yang abnormal sebagai akibat tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak.
Terdapat 4 spesies parasit malaria:
·         Plasmodium vivax
·         Plasmodium ovale
·         Plasmodium falciparum
·         Plasmodium malariae
Ke empat jenis spesies tersebut dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit malaria.namun plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi terbanyak dan paling berbahaya. Siklus hidup parasit malaria berawal ketika seekor nyamuk betina menggigit penderita malaria. Nyamuk mengisap darah yang mengandung parasit malaria, yang selanjutnya akan berpindah ke dalam kelenjar liur nyamuk. Jika nyamuk ini kembali menggigit manusia, maka parasit akan ditularkan melalui air liurnya. Di dalam tubuh manusia, parasit masuk ke dalam hati dan berkembangbiak disana. Pematangan parasit berlangsung selama 2-4 minggu, setelah itu mereka akan meninggalkan hati dan menyusup ke dalam sel darah merah. Parasit berkembangbiak di dalam sel darah merah dan pada akhirnya menyebabkan sel yang terinfeksi ini pecah. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mungkin akan tetap berada di dalam sel-sel hati dan secara periodik akan melepaskan parasit yang matang ke dalam aliran darah, sehingga menyebabkan serangan dari gejala-gejala malaria. Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae akan keluar dari hati. Jika infeksi tidak diobati atau diobati tidak sampai tuntas, maka bentuk Plasmodium falciparum dewasa akan tetap berada di dalam darah selama berbulan-bulan dan Plasmodium malariae dewasa tetap berada di dalam darah selama bertahun-tahun, menyebabkan serangan gejala malaria yang berulang-ulang.
Pengobatan Penyakit Malaria
Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu kesembuhan.

Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine, Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.
Upaya Pencegahan Penyakit Malaria
Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau upaya pencegahan dengan pemberian obat Chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria.
Jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai angka spektakuler yakni 307 per 100 ribu kelahiran dari rata-rata kelahiran sekitar 3-4 juta setiap tahun.
   
Angka yang dihimpun dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 itu menunjukkan sekitar 15 ribu ibu meninggal karena melahirkan setiap tahun atau 1.279 setiap bulan, atau 172 setiap pekan atau 43 ibu setiap hari, atau hampir dua ibu meninggal setiap jam.

Faktor medis yang menjadi penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 42 persen, keracunan kehamilan (eklamsia) 13 persen, keguguran (abortus) 11 persen, infeksi (10 persen), persalinan macet (partus lama) sembilan persen dan penyebab lain 15 persen.
Sedangkan penyebab non medis yakni status nutrisi ibu hamil yang rendah, anemia pada ibu hamil, terlambat mendapat pelayanan, serta usia yang tidak ideal dalam melahirkan, terlalu banyak anak dan terlalu dekat jarak melahirkan.    
Kenyataan banyaknya kematian ibu ini bisa disebut sebagai sebuah tragedi nasional, termasuk dalam kategori tinggi di antara negara Asia Selatan dan Pasifik, sayangnya kasus melimpahnya kematian ibu karena melahirkan ini dianggap hal yang biasa saja.
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr Sugiri Syarief, jumlah kematian ibu yang tinggi ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, caranya dengan kembali menggalakkan program KB, di mana setiap kehamilan merupakan suatu yang diinginkan dan direncanakan.
Di Indonesia setiap tahun ada 2,3 juta keguguran di mana 700 ribu disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, sedangkan 600 ribu disebabkan kegagalan KB. Penelitian menyebutkan, 89 persen keguguran dilakukan oleh wanita yang sudah menikah, 11 persen dilakukan oleh yang belum menikah.
Karena itu, lanjut dia, perencanaan kehamilan harus dimiliki oleh setiap keluarga, tentu saja ditambah dengan pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi, sehingga dapat mengurangi resiko langsung dan tak langsung kematian ibu dalam persalinan.    
Program KB karena itu menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan bayi, khususnya karena kehamilan dan kelahiran terencana sangat sesuai persyaratan kesehatan.
KB, ujarnya, mencegah kehamilan, yang berarti mengurangi risiko kematian karena melahirkan, KB juga mengatur kehamilan agar kehamilan benar-benar diinginkan dan mencegah aborsi penyebab kematian.
KB juga memungkinkan ibu melahirkan di usia yang ideal saja dan dengan jarak kelahiran yang bisa diatur ideal sehingga mengurangi resiko kematian, KB juga mengurangi jumlah kelahiran sehingga tidak lebih dari empat kali, sehingga mengurangi resiko kematian.
Bahkan peralatan KB juga seringkali bermanfaat, misalnya pil kontrasepsi juga dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium, penggunaan kondom dapat menghindarkan penularan penyakit menular seksual.
Sedangkan bagi bayi, pengaturan kelahiran juga memiliki manfaat kesehatan yang nyata, terbukti oleh data yang menyebut bahwa jarak antar kelahiran kurang dari dua tahun akan meningkatkan kematian bayi, selain itu perawatan bayi lebih sukses dilakukan jika jarak kelahiran lebih besar.

PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU

Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajad rendah, nyeri dada dan batuk darah. (Mansjoer, Arief, 473:2001)

ETIOLOGI

TBC disebabkan oleh kuman TBC yaitu Mycobakterium tuberculosis yang berukuran 0,3 X 2-4 cm. Sifat kuman ini adalah aerob yaitu lebih menyenangi hidup pada jaringan yang tinggi kadar oksigen dan juga bersifat dormant didalam sel yaitu basil tidak aktif tetapi bila keluar dari sel maka basil akan berkembang biak, pada penderita akan mengalami kekambuhan. Kuman lebih tahan terhadap asam (BTA/Basal Tahan Asam) dan lebih tahan lagi terhadap gangguan kimia dan fisik, tidak dapat terlihat oleh mata telanjang, mati pada air mendidih, mudah mati bila terkena sinar matahari, tahan hidup pada kamar yang lembab, dapat berkembangbiak dalam sel (intra sel maupun diluar sel/ekstra sel). Ada beberapa factor yang mempengaruhi dapat terjadinya infeksi TBC, Yaitu keganasan basil TBC. Jumlah basil yang cukup banyak, adanya sumber penularan, daya tahan tubuh yang menurun yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu keturunan, usia, nutrisi yang kurang dan penyakit diabetes mellitus.

PATOFISIOLOGI

Ada tiga pintu masuk Mikroorganismre Mycobakterium Tuberkulosis yaitu saluran pernafasan, saluran cerna, dan luka terbuka pada kulit. Tetapi Kebanyakan infeksi TBC melalui pintu saluran pernafasan. Mula-mula basil TBC yang dapat terbang dari penderita yang sedang berbicara, bersin atau bernmyanyi terhisap oleh orang lain. Kemudian basil – basil tersebut langsung masuk melalui jalan nafas dan menempel ada permukaan alveolar dari parenkim pada bagian bawah lobus atau bagian atas lobus bawah. Kemudian leukosit dari tubuh memakan bakteri tersebut, tetapi bakteri tersebut tidak mati dan infeksi menyebar melalui saluran getah bening, dan terbentuklah suatu infeksi Tuberkulosis primer yaitu suatu peradangan yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mycobakteriun tuberculosa. Dalam perjalanan penyakit yang lebih lanjut, sebagian besar penderita TB paru primer (90%) akan sembuh sendiri dari 10% akan mengalami penyebaran eksogen yaitu karena infeksi baru dari luar dan proses ini disebut TBC Paru Post Primer. TBC post Primer kerusakan jaringan lebih cepat, karena sudah ada kekebalan terhadap infeksi basilTBC. Fokus infeksi jaringan paru yang disebut kavitas. Bila kavitas tersebut lama-lama diliputi oleh anyaman pembuluh bakteri, dan bila pecah dapat mengakibatkan kematian, karena saluran nafas tersumbat oleh bekuan darah. Bila daya tahan tubuh melemah maka basil akan menyebar ke paru lain, bahkan menyebar melalui aliran limfe dan darah ke organ lain.

TANDA DAN GEJALA

A. Demam
Bersifat subfebris menyerupai demam influenza,tetapi kadang panas badan dapat mencapai 40-41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar tetapi kemudian dapat kambuh kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman Tuberculosis yang masuk.
B. Batuk / batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari kering (non – produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah terjadi kavitas, tetapi data juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

C. Sesak nafas
Pada penyakit bringan (baru timbul) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi paru-paru.

D. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

E. Malaise
Gejala malaise ditemukan berupa intake tidak adekuat, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur ( Sarwono waspadji,2001).

KOMPLIKASI

Komplikasi yang serimg dialami oleh penderita TBC adalah sebagai berikut :
A. Hemoptitis adalah peredaran dari saluran nafas yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
B. Kolaps dari lobu akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi ketidak mampuan menampung atau menyimpan oksigen dari lobus.
C. Pneumotorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam membran berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang berdampingan dan pembuluh darah, sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya sebagian.
D. Efusi Pleura adalah adanya cairan abnormal dslsm rongga pleura yang disebabkan oleh tekanan yang tidak seimbang pada kapiler yang utuh dan menyebabkan kapasitas paru-paru tidak berkembang.
E. Bronkietctaksis adalah endapan nanah ada bronkus setempat karena terdapat infeksi pada bronkus. Penyebabnya yaitu kerusaka yang berulang pada dinding bronchial dan keadaan abnormal dari jaringan penghail mucus mengakibatkan rusaknya jaringan pendukung menuju saluran nafas.
F. Fibrosis adalah pembentukan jaringan ikat pada roses pemulihan atau pnyembuhan.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti Otak,tulang, persendian, ginjal, dan yang lain.
Insufisiensi kardio pulmonal atau penurunan fungsi jantung dan paru-paru sehingga kadar oksigen dalam darah rendah.
Pengobatan Penyakit TB
1.  Minum obat dengan teratur dan benar sesuai dengan anjuran dokter selama 6 bulan berturut-turut tanpa terputus. Jenis, jumlah, dan dosis obat yang cukup serta teratur dalam menjalankan proses pengobatan.Bila minum obat tidak teratur maka dapat berakibat kuman TBC tidak mati, tumbuh resistensi obat, kuman menjadi kebal sehingga penyakit TBC sulit sembuh.
2.  Makan makanan yang baik dengan gizi yang seimbang
3. Istirahat yang cukup
4.  Berhenti merokok, hindari minum minuman beralkohol, dan obat bius
5. Anggota keluarga ikut aktif dalam memperhatikan si penderita dalam meminum obatnya secara teratur dan benar
 6. Dianjurkan meminum obat dalam keadaan perut kosong (pagi)
PENYAKIT CAMPAK
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.

Penyebab

Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

Gejala

Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

Komplikasi

Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
  1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
  2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga pendeita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
  3. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas.
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: - pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi - pemeriksaan Ig M anti campak - Pemeriksaan komplikasi campak :
  • enteritis
  • Ensephalopati,
  • Bronkopneumoni

Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.

Pencegahan

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
selain itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.

Waktu Inkubasi

Waktu terpapar sampai kena penyakit: Kira-kira 10 sampai 12 hari sehingga gejala pertama, dan 14 hari sehingga ruam muncul. Imunisasi (MMR) pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Orang yang dekat dan tidak mempunyai kekebalan seharusnya tidak menghadiri sekolah atau bekerja selama 14 hari.

KEMATIAN IBU
Jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai angka spektakuler yakni 307 per 100 ribu kelahiran dari rata-rata kelahiran sekitar 3-4 juta setiap tahun.
   
Angka yang dihimpun dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 itu menunjukkan sekitar 15 ribu ibu meninggal karena melahirkan setiap tahun atau 1.279 setiap bulan, atau 172 setiap pekan atau 43 ibu setiap hari, atau hampir dua ibu meninggal setiap jam.

Faktor medis yang menjadi penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 42 persen, keracunan kehamilan (eklamsia) 13 persen, keguguran (abortus) 11 persen, infeksi (10 persen), persalinan macet (partus lama) sembilan persen dan penyebab lain 15 persen.
Sedangkan penyebab non medis yakni status nutrisi ibu hamil yang rendah, anemia pada ibu hamil, terlambat mendapat pelayanan, serta usia yang tidak ideal dalam melahirkan, terlalu banyak anak dan terlalu dekat jarak melahirkan.    
Kenyataan banyaknya kematian ibu ini bisa disebut sebagai sebuah tragedi nasional, termasuk dalam kategori tinggi di antara negara Asia Selatan dan Pasifik, sayangnya kasus melimpahnya kematian ibu karena melahirkan ini dianggap hal yang biasa saja.
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr Sugiri Syarief, jumlah kematian ibu yang tinggi ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, caranya dengan kembali menggalakkan program KB, di mana setiap kehamilan merupakan suatu yang diinginkan dan direncanakan.
Di Indonesia setiap tahun ada 2,3 juta keguguran di mana 700 ribu disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, sedangkan 600 ribu disebabkan kegagalan KB. Penelitian menyebutkan, 89 persen keguguran dilakukan oleh wanita yang sudah menikah, 11 persen dilakukan oleh yang belum menikah.
Karena itu, lanjut dia, perencanaan kehamilan harus dimiliki oleh setiap keluarga, tentu saja ditambah dengan pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi, sehingga dapat mengurangi resiko langsung dan tak langsung kematian ibu dalam persalinan.    
Program KB karena itu menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan bayi, khususnya karena kehamilan dan kelahiran terencana sangat sesuai persyaratan kesehatan.
KB, ujarnya, mencegah kehamilan, yang berarti mengurangi risiko kematian karena melahirkan, KB juga mengatur kehamilan agar kehamilan benar-benar diinginkan dan mencegah aborsi penyebab kematian.
KB juga memungkinkan ibu melahirkan di usia yang ideal saja dan dengan jarak kelahiran yang bisa diatur ideal sehingga mengurangi resiko kematian, KB juga mengurangi jumlah kelahiran sehingga tidak lebih dari empat kali, sehingga mengurangi resiko kematian.
Bahkan peralatan KB juga seringkali bermanfaat, misalnya pil kontrasepsi juga dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium, penggunaan kondom dapat menghindarkan penularan penyakit menular seksual.
Sedangkan bagi bayi, pengaturan kelahiran juga memiliki manfaat kesehatan yang nyata, terbukti oleh data yang menyebut bahwa jarak antar kelahiran kurang dari dua tahun akan meningkatkan kematian bayi, selain itu perawatan bayi lebih sukses dilakukan jika jarak kelahiran lebih besar.

KEMATIAN BAYI
Angka kematian bayi di Indonesia saat ini 34 bayi per 1.000 kelahiran. Meski telah turun sejak tahun 1990, angka itu masih tergolong tinggi dan jauh dari pencapaian target pembangunan milenium 2015.
Apa saja penyebab utama kematian anak di Indonesia?

Radang paru akut
Pada tahun 2003, di seluruh dunia terdapat 10,8 juta anak meninggal akibat penyakit pernapasan. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyebab kematian 37 persen bayi baru lahir di Indonesia.

Kematian anak akibat radang paru akut amat terkait dengan masalah kemiskinan yang memengaruhi tingkat gizi dan ketidakmampuan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Dengan pembekalan informasi yang benar tentang penyakit ini pada petugas kesehatan dan pemenuhan gizi yang cukup, angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan hingga 42 persen.


Diare
Unicef dan WHO memperkirakan 2,5 miliar kasus diare terjadi pada anak balita setiap tahun. Di Indonesia, diare menjadi penyebab utama kematian bayi usia 1-12 bulan (42 persen) dan anak-anak hingga usia 4 tahun (25 persen). Bayi yang tidak mendapatkan ASI dinyatakan enam kali lipat lebih berisiko kehilangan nyawa akibat diare di usia dua bulan pertama.

Kondisi kesehatan dan gizi, serta sanitasi yang memadai memegang peranan penting untuk mencegah diare. Imunisasi perlu dilakukan pada anak guna melawan cacar, rotavirus (penyebab flu usus), serta infeksi usus lain yang dapat menimbulkan diare akut.

Komplikasi bayi baru lahir
Empat juta bayi mengalami komplikasi saat baru lahir dan ironisnya mereka kemudian kehilangan nyawa dalam empat minggu pertama. Di Indonesia 37 persen anak balita mengalami komplikasi pada saat lahir.

Tidak dapat disangkal, tenaga dan fasilitas kesehatan yang memadai ditunjang dengan kebersihan lingkungan amat diperlukan calon ibu untuk menjaga kesehatannya agar mampu menurunkan risiko berbahaya bagi dirinya dan sang bayi.


Penyebab lain
Penyebab lainnya adalah penyakit yang sebenarnya dapat dicegah melalui vaksinasi seperti campak dan TBC. Sementara itu, 50-60 persen kematian bayi dan anak balita terkait dengan masalah kekurangan gizi.
Pencegahan
Angka kematian bayi baru lahir dapat dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang memadai, serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam jumlah bayi meninggal. "Untuk itu pemerintah tidak lelah mengampanyekan pentingnya upaya kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat”. Perawatan sederhana seperti pemberian air susu ibu (ASI) dapat menekan AKB. Telah terbukti, pemberian ASI eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika dikombinasikan dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6 bulan.
Cara penanggulangan
Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan permasalahan kesehatan maternal) maka:
1. Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan:
• perawatan terhadap bayi neonatal,
• promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya, serta
• pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
2. Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Deteksi dan penanganan bayi neonatal sakit
• Persalinan yang ditolong/didampingi oleh tenaga kesehatan
• Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
• PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi)
• Organisasi transportasi untuk kasus rujukan
3. Kepala Dinkes Dati II dan atau RS Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Fungsi RS Dati II sebagai PONEK 24 jam
• Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal dari golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan standar, termasuk pertolongan gawat darurat di RS Dati II dengan biaya terjangkau
• Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan
• Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja Puskesmas/desa melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, penanganan kasus rujukan.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan RS Dati II.


MEI DHIAN CHRISTANTI
E2A009001
FKM UNDIP REG 1 '09